Sabtu, 21 September 2013

PROSES FERMENTASI PEMBUATAN TAPE BERAS

PROSES FERMENTASI PEMBUATAN TAPE BERAS

 

 Dasar Teori


Bio-etanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping Biodiesel. Bio-etanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari senyawa etanol. Bahan baku bio-etanol yang dapat digunakan antara lain ubi kayu, tebu, sagu dan lain-lain.

Proses produksi Bio-etanol

            Secara umum, proses pengolahan bahan berpati seperti ubi kayu, jagung dan sagu untuk menghasilkan bio-etanol dilakukan dengan proses urutan. Pertama adalah proses hidrolisis, yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan a-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan a-(1,4)-D-glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan a-(1,6)-D-glikosidik sebanyak 4-5% dari berat total. Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati.
Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Enzim yang digunakan adalah alfa-amilase pada tahap likuifikasi, sedangkan tahap sakarifikasi digunakan enzim glukoamilase. Berdasarkan penelitian, penggunaan a-amilase pada tahap likuifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 50.83 pada konsentrasi a-amilase 1.75 U/g pati dan waktu likuifikasi 210 menit, dan glukoamilase pada tahap sakarifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 98.99 pada konsentrasi enzim 0.3 U/g pati dengan waktu sakarifikasi 48 jam. Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula menjadi etanol dan CO2.
            Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987). Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleranterhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC.
Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Azeotrop
            Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki titik didih yang konstan. Azeotrop dapat menjadi gangguan yang menyebabkan hasil distilasi menjadi tidak maksimal. Komposisi dari azeotrope tetap konstan dalam pemberian atau penambahan tekanan. Akan tetapi ketika tekanan total berubah, kedua titik didih dan komposisi dari azeotrop berubah. Sebagai akibatnya, azeotrop bukanlah komponen tetap, yang komposisinya harus selalu konstan dalam interval suhu dan tekanan, tetapi lebih ke campuran yang dihasilkan dari saling memengaruhi dalam kekuatan intramolekuler dalam larutan.
Azeotrop dapat didistilasi dengan menggunakan tambahan pelarut tertentu, misalnya penambahan benzena atau toluena untuk memisahkan air. Air dan pelarut akan ditangkap oleh penangkap Dean-Stark. Air akan tetap tinggal di dasar penangkap dan pelarut akan kembali ke campuran dan memisahkan air lagi. Campuran azeotrop merupakan penyimpangan dari hukum Raoult.
Efektifitas Distilasi
            Secara teori, hasil distilasi dapat mencapai 100% dengan cara menurunkan tekanan hingga 1/10 tekanan atmosfer. Dapat pula dengan menggunakan distilasi azeotrop yang menggunakan penambahan pelarut organik dan dua distilasi tambahan, dan dengan menggunakan penggunaan cornmeal yang dapat menyerap air baik dalam bentuk cair atau uap pada kolom terakhir. Namun, secara praktek tidak ada distilasi yang mencapai 100%.


 Tujuan

Mahasiswa mampu memurnikan alkohol yang terdapat pada ketan mengunakan alat destilasi sederhana.

 

 Alat dan Bahan


Bahan :
•    1 liter beras ketan putih
•    ½ liter beras ketan hitam
•    1 buah ragi (12,58 gr Saccharomyces sp.)
•    Air secukupnya
Alat :
•    penanggas
•    Panci penanak nasi
•    Nampan ukuran besar
•    Saringan teh
•    Plastik kue ukuran besar




Prosedur Kerja


Cara Kerja :
•    Beras Ketan hitam dan ketan putih dicampur dan dicuci, kemudian direndam dengan air selama 1 hari.
•    Kemudian, pengukus nasi dipanaskan, ketan yang sudah direndam, airnya dibuang dan masukkan ketan ke dalam pengukus nasi, ketan di kukus selama 40 menit.
•    Setelah dikukus, nasi ketan diangkat dan didinginkan. Setelah nasi ketan kemudian ketan di taburi ragi.
•    Nasi ketan yang sudah ditaburi ragi dibungkus dengan plastik sehingga tidak ada udara dapat masuk kemudian ditempatkan pada wadah yang kedap udara selama 3-4 hari (fermentasi).
•    Setelah 3-4 hari air tape dipisahkan dengan cara diperas, kemudian dilakukan distilasi dengan alat distilasi sederhana yang telah kami buat.

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengamatan :

Dari 72 ml ketan yang di destilasikan terdapat 5 ml destilat, namun setelah di uji ternyata destilat bukan etanol  murni karena tidak terdapat nyala api putih ketika di bakar

 

Pembahasan

 

Pada praktikum pembuatan bioetanol ini dilakukan dengan bahan beras ketan putih sebanyak 1 kg, langkah pertama yang dilakukan adalah persiapan bahan yaitu dengan merendam beras ketan satu malam(12 jam)hal ini dilakukan untuk menambah massa ketan agar tidak terlalu keras.Kemudian beras ketan dikukus sampai masak,setelah itu didinginkan sebelum dilakukan proses fermentasi,karena apabila ragi dicampurkan dalam keadaan panas akan menyebabkan khamir (Saccharomyces cerevisiae)akan mati,karena khamir memiliki suhu optimum bekerja pada 250-30­0 C dan memiliki suhu maksimum 450C.Setelah dingin lalu ketan dimasukkan ke dalam toples yang sudah dialasi daun pisang,berdasarkan Jurnal Gradien Vol.2 No.1 Januari 2006 : 123-125 bahwa variasi wadah pada proses fermentasi mempengaruhi kadar dari etanol. Daun pisang akan memberikan suasana yang lebih cocok bagi mikrobia fermentator untuk berperan aktif dalam proses fermentasi karbohidrat menjadi etanol. Ketan dan ragi yang telah dihaluskan dimasukkan secara berlapis setelah itu toples ditutup rapat agar oksigen tidak masuk,dan proses metabolisme anaerob khamir dapat berlangsung. Menurut Pasteur, keberadaan oksigen akan menghambat  jalur fermentasi di dalam sel khamir sehingga sumber  karbon yang ada akan digunakan melalui jalur  respirasi. Fenomena ini sering disebut sebagai  Pasteur effect. Pada sel-sel prokariota  dan eukariota, Pasteur effect banyak dijumpai,  salah satu contoh adalah fermentasi asam laktat oleh sel  otot manusia ketika kekurangan oksigen.  Berdasarkan  fenomena ini, seharusnya produksi ethanol oleh khamir  terjadi pada kondisi anaerob. Namun ternyata, Pasteur effect  pada sel khamir diamati pada sel yang telah memasuki  fase stasioner (resting), sedangkan produksi alkohol terjadi  ketika sel berada pada fase pertumbuhan (fase log). Hal inilah yang membuat Pasteur effect diduga bukan fenomena yang terjadi saat produksi ethanol oleh Saccharomyces cerevisiae.
   Pada hari ke-3, proses fermentasi telah selesai dan diambil airnya, air yang didapat dari proses fermentasi adalah 72 ml yang kemudian akan didestilasi untuk memperoleh alkohol. pertama, air perasan dituang ke dalam kondensor dan dipanaskan di atas penanggas air. Destilasi ini dapat berjalan dengan baik apabila temperatur dalam kaleng kondensor tidak melebihi 80 derajat Celcius karena jika melebihi bahkan sampai 100 derajat, etanol akan bercampur dengan air. Keadaan seperti ini sering disebut "azeotrop". Teori azeotrop merupakan campuran dari 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu yang tidak bisa berubah hanya melalui destilasi biasa. Ketika campuran azeotrop didihkan, fase uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran ini sering disebut constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan. Setelah menunggu selama kurang lebih 1 jam, terdapat tetesan yang keluar namun itu bukan etanol karena pada saat dilakukan uji etanol cairan tersebut bukanlah etanol, hal ini disebabkan oleh kesalahan alat destilasi sederhana yang dibuat.



Kesimpulan

 

1.      Kegagalan alat destilasi sederhana disebabkan peralon dari jar pemasakkan terlalu tinggi sehigga uap destilasi tidak dapat mengalir, dan terjadi banyak sekali kebocoran di alat destilasi sehingga menjadikan alat tidak optimal.

 

Daftar Pustaka

 

1.Sutanto,teja dwi dan martono,agus.2006.Studi Kandungan Etanol Dalam Tapai Hasil Fermentasi Beras Ketan Hitam Dan Putih.Bengkulu.Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia


3.www.litbang.deptan.go.id (diakses tanggal 18 september pukul 22.00 WIB)

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar